Dec 28, 2009

MEMBERDAYAKAN BUDAYA LOKAL SEBAGAI POTENSI PARIWISATA MELALUI DESA WISATA

MEMBERDAYAKAN BUDAYA LOKAL SEBAGAI POTENSI PARIWISATA MELALUI DESA WISATA

Perkembangan pariwisata Indonesia tak terlepas dari perkembangan pariwisata dunia. Dari sanalah optimisme ini tumbuh. Adalah WTO (World Tourism Organization) yang melontarkan estimasi optimistik dalam WTO’s Tourism 2020 Vision. WTO memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia akan mencapai 1.006,4 juta pada tahun 2010 dan 1.561,1 juta pada tahun 2020. Dari jumlah tersebut 1,18 milyar merupakan kunjungan intraregional dan sisanya sebanyak 377 juta merupakan long haul. Secara total, tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan diperkirakan 4,1 persen per tahun. Untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik diperkirakan dapat dicapai pertumbuhan yang lebih tinggi yaitu 6,5 persen. Bahkan di negara tertentu pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dapat tercapai.

Angka estimasi WTO ini sudah tentu sangat menggiurkan pelaku usaha pariwisata. Potensi itu tak boleh hanya dibiarkan menjadi peluang liar yang sulit ditangkap. Oleh sebab itu banyak negara terutama di Asia Pasifik berpacu dan berbenah diri untuk membangun industri pariwisatanya.gelombang pariwisata internasional yang besar ini juga akan melanda Indonesia dengan getaran riaknya yang menyentuh banyak sektor ekonomi. Akankah gelombang besar itu benar-benar sampai di pantai Indonesia atau kembali lagi ke laut lepas setelah melihat seonggok sampah permasalahan di bumi pertiwi ini. Kita harapkan hal itu jangan pernah terjadi. Kita harus optimistik namun tetap berdiri di atas realitas.

Menangani industri pariwisata memang lebih rumit dari pada menangani industri pesawat terbang. Industri pesawat terbang memerlukan teknologi canggih dan modal besar namun tidak melibatkan multi sektor. Sedangkan industri pariwisata melibatkan hampir semua sektor ekonomi baik yang tergolong tourism characteristic industry seperti hotel dan restoran maupun tourism connected industry yaitu industri yang sepintas tak berkaitan dengan industri pariwisata namun sebagian demand nya berasal dari pariwisata. Jumlah industri yang terkait dan menerima dampak multiplier dari pariwisata sungguh tak terbilang

Sejalan dengan era otonomi daerah yang sedang digalakkan dan promosi pariwisata dengan “Visit Indonesia Year 2009”, pemerintah ingin memiliki visi yang menginginkan agar indonesia menjadi negara tujuan wisata yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di kawasan Asia Tenggara. Sementara misi yang diemban sektor pariwisata adalah sebagai penggerak utama dan pendobrak hambatan pariwisata di luar negeri dengan mematuhi aturan main sistem globalisasi pariwisata, AFTA, APEC, dan WTO, serta mengamankan kebijakan pariwisata nasional melalui penataan ulang strategi pemasaran pariwisata Indonesia dan kualitas pariwisata yang unggul.

Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia memiliki beragam budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik pariwisata. Kekayaan yang beraneka ragam dan berbeda antara daerah satu dengan lainnya merupakan potensi pariwisata bila dikelola dengan baik. Salah satu cara memanfaatkan keunikan budaya dan tradisi budaya sebagai daya tarik pariwisata adalah dengan memadukan potensi tersebut dengan fasilitas wisata. Salah satunya adalah dengan membentuk Desa Wisata

Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. ( Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3 dalam www.wikipedia.co.id)

Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata :

    1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
    2. Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.

Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166 memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about village life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat

Seperti halnya dalam industri – industri lainnya, indistri pariwisata juga harus ditegakkan diatas landasan prinsisp prinsisp yang nyata. Prinsisp prinsip dasar ini sangat tergantung di atas sepuluh landasan pokok yang meliputi, politik pemerintah, perasaan ingin tahu, sifat ramah tamah, jarak dan waktu, atraksi, akomodasi, pengangkutan, harga harga, publisitas dan promosi dan kesempatan berbelanja (Nyoman S Pendit, 2006)

Disamping itu, ada persyaratan yang dikemukakan oleh para ahli dalam usaha suatu negara atau daerah membangun dan mengembangkan industri pariwisatanya berdasarkan studi penelitian ,apa apa yang meruapkan daya tarik pariwisata ,sehingga suatu daerah tujuan hendak dibangun . pola persyaratan tersebut dianataranya adalah faktor alam, sosial budaya, sejarah, agama, fasilitas rekreasi, fasilitas kesehatan, fasilitas belanja fasilitas hiburan, infrastruktur dan fasilitas pangan dan akomodasi (nyoman S pendit,2006)

Di Jawa Tengah terdapat 7 desa wisata yaitu Desa Candirejo (Kabupaten Magelang), Desa Dieng ( Kabupaten Banjarnegara), Desa Duwet (Kabupaten Klaten), Desa Karang Banjar (Kabupaten Purbalingga), Desa Karimun Jawa ( Kabupaten Jepara), Desa Selo Wonolelo ( Kabupaten Boyolali) dan Desa Ketengger ( Kabupaten Banyumas). Namun sebenarnya jika mau di tilik lebih jauh maka jumlah desa wisata dapat menjadi lebih banyak manakala setiap Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah memiliki Desa Wisata tersendiri. Dalam hal ini konsep Desa Wisata adalah Sebuah minatur dari kekayaan budaya dan tradisi masyarakat setempat dan telah mengakar kuat serta menjadi ciri khas yang membedakan daerah satu dengan yang lain. Dengan memadukan konsep seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) atau PRPP di Jawa Tengan dengan konsep tourism based community maka akan didapat Desa Wisata yang tidak hanya mengandalkan keunikan desa tersebut dalam arti sempit tetapi juga keunikan daerah dan masyarakat dalam arti luas.

Harus diakui bahwa desa wisata yang dimaksud di atas merupakan sebuah daerah artifisial namun bila di konsep secara matang maka akan menjadi daya tarik wisata yang sangat potensial. Sebagai contoh di Kabupaten Jepara misalnya, Desa Wisata di Kabupaten Jepara dirancang sebagai sebuah miniatur dari kekayaan dan keungulan budaya dimana dalam desa wisata tersebut terdapat tempat belajar kerajinan ukir, kerajian tenun, tempat yang menyediakan makanan khas jepara seperti adon adon coro, pindang serani dll, terdapat bangunan yang mengingatkan akan sejarah jepara tempo dulu sejak jaman Kerajaan Kalingga hingga sekarang, dan lain lain. Konsep desa wisata dari setiap daerah tentu saja berbeda dan karena ini merupakan area buatan maka perencanaan konsep yang matang mengenai apa yang akan di tampilkan disana merupakan hal yang sangat penting.

Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.

Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata

· Interaksi tidak langsung

Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya

· Interaksi setengah langsung

Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk

· Interaksi Langsung

Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69)

Desa wisata ini diharapkan tidak akan mematikan objek wisata yang lain meskipun merupakan miniatur dari budaya namun tidak dapat mengantikan objek wisata yang sebenarnya, lagi pula desa wisata dirancang sebagai tempat pembelajaran budaya bagi wisatawan tentang kekayaan dan keunikan budaya setempat sehingga desa wisata bukan hanya sekedar tempat kunjungan wisata tetapi menjadi tempat hunian sementara dengan adanya fasilitas home stay di sana. Bila setiap daerah memiliki desa wisata sendiri maka akan menunjukkan keragaman budaya dan menjadi identitas lokal dibanding menghambur hamburkan uang untuk membangun tempat wisata yang hanya sekedar untuk hura hura semata.

0 comments:

Post a Comment