THE TRIANGULAR THEORY OF LOVE
Cinta adalah bentuk emosi manusia yang paling dalam dan paling diharapkan. Manusia mungkin akan berbohong, menipu, mencuri dan bahkan membunuh atas nama cinta dan berharap lebih baik mati daripada kehilangan cinta. Cinta dapat meliputi setiap orang dan dari berbagai tingkat usia (Sternberg, 1988) Sejak bumi diciptakan, sudah tidak terhitung berapa banyak kisah cinta yang terjalin di antara umat manusia. Lagu yang populer di antara kita bertemakan cinta. Komik dan majalah yang paling laku di pasaran pada umumnya bertemakan cinta. Demikian juga film-film yang paling sering muncul di televisi selalu menceritakan tentang kisah cinta (Calhoun dan Acocella, 1990).
Menurut Abraham Maslow (dalam Goble, 1991), cinta itu sendiri merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi umat manusia sehingga tanpa cinta, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan individu akan terhambat. Cinta juga diyakini sebagai salah satu bentuk emosi yang sangat penting bagi manusia sehingga hampir semua individu pernah mengalami jatuh cinta (Roediger dkk, 1987). Walaupun demikian, pengalaman masing-masing individu ini tentu saja berbeda-beda. Cinta dengan segala pesonanya dapat membawa kebaikan namun juga kesedihan (Rosyadi, 2000). Dalam bukunya yang berjudul The Prophet, Kahlil Gibran menyatakan bahwa cinta mempunyai dua sisi: ia dapat memberikan kesenangan yang besar, ia juga dapat memberikan kesedihan yang besar. Pada akhirnya, kebanyakan individu memilih untuk mengambil risiko tersebut (Kail dan Cavanaugh, 1999).
Sebagai sebuah konsep, cinta sedemikian abstraknya sehingga sulit untuk didekati secara ilmiah. Psikologi sendiri sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari manusia sudah lama tertarik dengan konsep cinta (Tambunan, 2001). Selama abad tujuh belas dan delapan belas, ketertarikan untuk memperbincangkan cinta sangat luas, baik secara psikologis, maupun yang terekspresikan dalam novel, puisi, dan pepatah (Rosyadi, 2000). Namun penelitian tentang cinta sendiri baru akhir tahun 90-an dapat dijalankan dengan menggunakan berbagai piranti psikologis yang sesungguhnya ( Sears, dkk, 1994). Sebenarnya konsep cinta sudah dikumandangkan dan diperdebatkan oleh para filsuf bahkan sejak zaman Yunani Kuno. Pada masa tersebut bentuk cinta yang diakui adalah bentuk cinta seperti: cinta terhadap orangtua, cinta terhadap teman, cinta terhadap saudara, cinta terhadap tanah kelahiran, cinta terhadap kebijaksanaan, dan juga cinta romantis baik yang heteroseksual maupun yang homoseksual. Bahkan sampai sekarang, di zaman modern ini, bentuk cinta yang demikian masih diakui oleh umat manusia ditambah lagi dengan cinta terhadap Tuhan (Rosyadi, 2000).
Menurut Bullough dan Murstein (dalam Hendrick, 1992), konsep cinta sendiri terutama dalam kaitannya dengan pernikahan, telah mengalami perubahan, dimana di masa Yunani Kuno, unsur cinta dalam pernikahan sama sekali tidak diperhitungkan bahkan tidak difikirkan. Namun menurut Stone (dalam Hendrick, 1992) di abad 20 ini, cinta sebagai dasar suatu pernikahan tampaknya menjadi suatu pandangan umum terutama di daerah Barat. Individu mulai menyadari bahwa kebutuhan akan kepuasan dan karakteristik pribadi dari individu lain yang jenis kelaminnya berbeda sangatlah penting dalam keberhasilan cinta itu sendiri. Cinta dengan lawan jenis ini sendiri mempunyai berbagai macam bentuk dan pada dasarnya penelitian yang paling banyak dikembangkan oleh para ahli adalah penelitian tentang cinta dengan lawan jenis.
Bentuk umum dari cinta yang paling sering dikemukakan oleh para ahli psikologi adalah yang dikemukakan oleh Walster dan Walster (dalam Saks dan Krupat, 1988) yaitu Passionate Love yang diartikan sebagai suatu keadaan yang cenderung membutuhkan orang lain yang selalu ditandai dengan adanya perubahan fisiologis tubuh dimana orang yang dicintai adalah objek dari fantasi, kerinduan dan hasrat dan Companionate Love yaitu cinta yang dalam, matang yang kita rasakan untuk anggota keluarga dan teman-teman. Namun tampaknya yang sering dipermasalahkan tiap individu adalah cinta jenis Passionate Love yang disebut juga cinta romantis, dimana objek cintanya adalah seseorang yang berasal dari jenis kelamin yang berbeda (Calhoun dkk, 1990). Namun Robert Sternberg mempunyai teori yang lebih luas mengenai cinta. Teori tentang cinta yang paling dikenal disebut dengan Sternberg’s Triangular Theory of Love (dalam Taylor dkk, 2000).Menurutnya semua pengalaman cinta mempunyai tiga komponen yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen (commitment). Dari hasil analisa ketiga komponen tersebut, Sternberg mengidentifikasikan delapan bentuk cinta, didasarkan pada ada atau tidaknya masing-masing komponen. Setiap komponen pada setiap orang berbeda tingkatannya. Cinta yang ideal adalah apabila ketiga komponen tersebut berada pada proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu.
0 comments:
Post a Comment