Nov 10, 2009

Seulas senyum untuk Sherly

Seulas senyum untuk Sherly

Sore yang indah, Lucky dan Sherly duduk berbaring diatas rerumputan taman yang hijau. Keduanya mengobrol dengan asyik diselingi tawa riang keduanya.

“Pengen deh rasanya tetep kaya gini. “

“Maksudmu ? “, Tanya Lucky tak mengerti dengan perkataan Sherly.

“Aku gak mau aja jadi gede. Takut…pusing… Biasanya orang gede kan mikirin kerjaan entar kalo gak punya duit, marah mulu kerjanya. Aku kan gak mau kaya gitu enakan jadi anak kecil bisa main terus.”, kata Sherly dengan polos.

“Tapi meskipun begitu kamu tetep akan jadi gede !”

“Enggak anggak pokoknya aku gak mau jadi gede !”

Tiba tiba Lucky berubah menjadi orang dewasa dan pergi menjauh dari Sherly. Sherly bingung lalu berteriak memanggil Lucky.

“Lucky…Lucky…LUCKY…”, tak ada sahutan dari Lucky, dia terus berjalan menjauh dan menghilang.

“Lucky …Lucky jangan pergi. “, Sherly terbangun dari mimpi buruknya.

Sherly mengatur nafas.

“Untung Cuma mimpi…” pandangan matanya beralih pada sesosok cowok kurus yang terbaring lemah tak berdaya. Meski jantungnya masih berdetak ia tak bergeming sedikitpun dari posisinya.

“Lucky kapan kamu bangun ? kapan kita bisa main bareng ? aku kangen kamu , apa kamu gak kangen ma aku ? aku mohon kamu jangan tinggalin aku. Aku sayang aku cinta ma kamu. Apa kamu gak cinta ma aku ? bangun Lucky demi aku. “

Kembali kenangan Sherly bersama Lucky berputar di memori otak Sherly.

Sherly yang kekanak-kanakan dan Lucky yang dewasa. Sherly yang gak tau apa-apa dan Lucky tau segalanya. Berderet perbedaan diantaara mereka, tapi itu yang justru membuat persahabatan mereka menjadi indah. Dari persahabatan itulah lahir cinta kasih diantara mereka meski mereka mencoba mengingkarinya tapi waktu jualah yang akan menjawabnya. Saat ini waktu telah menjawabnya ketika Lucky sedang melawan penyakitnya kanker otak yang sudah stadium empat. Sungguh mencengangkan Sherly sahabat Lucky sejak kecil tak tau menau tentang penyakit Lucky.

“Kau ingat Lucky …Satria cowok yang ngejar-ngejar aku sekarang dia gak lagi ngrejar-ngejar aku karena aku bilang padanya. Aku ngak mencintainya tapi aku mencintai lelaki yang sekarang ada disampingku dan lelaki itu adalah kamu Lucky.”

“Sesungguhnya, dia tulus mencintaiku. Dia ikhlas melepasku bahkan dia yang menjadi pendorongku, penyemangatku supaya aku bisa selalu mencintaimu dan selalu ada untukmu.”

“Sudah cukup lama rasa itu ada. Pernah kucoba mengingkari rasa itu, tapi itu justru membuat hatiku semakin sakit sakit dan sakit. Aku takut …aku takut kau membenciku karena rasa itu. Sehingga aku memendam rasa itu dalam-dalam. Aku tak dapat menghapusnya atau menghilangkannya dan aku juga tak dapat mengungkapkannya. Dan sekarang saat kekuatan itu sudah kubangun kau orang yang aku cintai terbaring lemah disampigku.” Butiran air mata turun dari kedua mata Sherly yang sayu.

Jemari tangan Lucky bergerak pelan, Lucky mencoba membuka matanya tapi terasa berat samar-samar ia melihat seseorang berada disampingnya ia tau itu adalah Sherly. Ia kumpulkan semua kekuatan yang dimilikinya ia gengam jemari tangan Sherly lembut. Sherly tersadar dari lamunannya ia kaget ketika menoleh kearah Lucky, binar matanya kembali bercahaya. Lucky menatap Sherly lembut penuh cinta kasih.

Dalam hening dan sunyi tanpa berkata apa-apa keduanya saling menatap lembut dan dalam sedalam cinta mereka. Baik Sherly maupun Lucky keduanya dapat melihat sorot mata cinta dimata mereka masing masing.

Seakan waktu berhenti, seakan bumi berhenti berotasi, seakan jantung mereka menjadi satu, seakan jwa dan raga mereka menjadi satu.

Seulas senyum tersungging dari bibir Lucky yang biru, menghiasi wajahnya yang pucat sayu. Beberapa waktu senyum itu tak hilang dari wajahnya.

Senyum itu perlahan hilang berganti bibir yang beku dan selalu bungkam. Lucky telah meninggalkan Sherly untuk selama lamanya. Sherly tak akan melihat senyum itu lagi. Sherly hanya bisa menatap tubuh Lucky dalam cinta yang takkan dimilikinya.

Sherly menjerit kencang sekencang hatinya bergolak.

“LUCKY…LUCKY …”

KARYA : NOOR SALAMAH

0 comments:

Post a Comment